Pada tahun 1047 H,ketika melakukan suatu tugas pekerjaan saya bertemu dengan seorang lelaki. Tugas itu memakan waktu lebih dari sebulan.oleh karena itu,terjadilah suatu persahabatan yang akrab diantara kami berdua. Suatu ketika aku bertanya kepadanya, “Temanku yang terhormat,aku tahu kamu belum menikah,padahal umurmu sekarang hampir 40 tahun. Kenapa kamu mesti terlambat menikah. Orang sepertimu pasti mengetahu manfaat-manfaat yang banyak dari menikah..?”
Temanku diam, kemudian katanya,”Ah…ah…! Sobat. Demi Allah, aku benar-benar telah lelah mencari dan mencari calon istri sampai aku putus asa,dan akhirnya aku tidak ingin menikah. Sejak lebih dari tujuh tahun yang lalu aku sudah sering melamar lalu ditolak. tahukah kamu sobat, aku melamar lebih dari 18 wanita, setiap kali aku mengetuk, aku berkata dalam hati, mereka pasti akan menerimaku, insyaallah.
Akan tetapi, ternyata
mereka menolak. Oleh karena itu, aku merasa sedih, tidak bisa tidur, dan sering
kali melamun hingga timbullah pikiran-pikiran dalam benakku, benarkah memang
harus demikian nasibku? Benarkah? Sehingga, aku benar-benar ragu terhadap
diriku, bahkan aku menuduh yang tidak-tidak terhadap diriku, akhlakku dan
keluargaku. Betapa sering aku merasa semakin sakit hati dan sedih ketika ada
sebagian kerabatku atau orang yang aku kasihi menanyaiku, kenapa kamu tidak
menikah..? Aku merasa kesulitan sekali untuk menerangkan apa duduk persoalan
yang sebenarnya kepada setiap orang.”
Aku berkata kepada
temanku itu -meski aku malu, karena aku merasa telah membuatnya kesulitan-, aku
katakan,”Sobat, bergembiralah menerima kebaikan. Karena,yang baik adalah apa
yang dipilihkan Allah untuk hamba-Nya, dan kamu jangan putus asa. Mintalah
taufiq dan kesudahan yang baik kepada Tuhanmu.”
Kemudian, terhentilah
pembicaraan kami berdua.
Selanjutnya, hampir
lima bulan lamanya kami tidak bertemu. Tiba-tiba temanku itu menghubungi aku.
Dia mengundangku untuk menghadiri pesta pernikahnya. Aku senang sekali dan
mengucapkan selamat kepadanya.
Kira-kira dua tahun
setelah menikah, aku bertemu lagi dengannya. Dan dia tampak bahagia sekali. Dia
memberi kabar tentang kelahiran anaknya. Kemudian,aku katakan
kepadanya,”Bagaimana keadaanmu dan istrimu?”
“Masya Allah,” katanya,
“Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala nikmat-Nya yang
terlahir maupun yang batin. Aku beri tahu kamu bahwa aku mendapat nikmat yang
besar sekali. Sungguh, Allah telah mengaruniakan aku kepadaku seorang istri
yang menentramkan mataku dari segala seginya. Dia adalah wanita yang shalih,
terpelajar, cerdas, cantik fisik dan akhlaknya, dan baik sikapnya. Allah telah
menjadikan kasih sayang di antara kami sehingga merasa sangat bahagia. Dia
benar-benar memuliakan aku dan keluargaku, khususnya kedua orang tuaku, orang
tuaku telah berusia lanjut, keduanya sangat butuh perhatian khusus dan istriku
telah melakukan itu dengan sangat sempurna, Alhamdulillah. Demi Allah, aku
benar-benar memuji Allah setiap kali aku mengingat penderitaan-penderitaanku
ketika ditolak oleh orang-orang yang dulu itu, dan aku katakan , Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah yang menjadikan mereka tidak menerima lamaranku.
Aku senantiasa memohon
kepada Allah agar senantiasa memberi kebahagiaan kepadaku dan kepada
saudara-saudaraku kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman:
“Barangkali kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S An Nisa : 19)
“Barangkali kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S An Nisa : 19)
Dikutip
dari : www.kisahislam.net
Dipublikasikan kembali
oleh : www.wawanstta.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment